3  - My Stories for You

3.1 Bayangan di Antara Cahaya

Credit: Pinterest

Ada seseorang yang berjalan di kota yang tak pernah benar-benar gelap, karena lampu-lampunya menyala sepanjang malam.
Namun, cahaya yang terlalu banyak justru membuatnya lupa bentuk bayangan sendiri.

Ia berjalan setiap hari di trotoar yang sama, menatap pantulan dirinya di kaca toko,
dan bertanya dalam hati — apakah hidup ini benar-benar bergerak, atau hanya mengulang pantulan yang sama di tempat yang berbeda?

Suatu malam, hujan turun dengan lembut seperti suara seseorang yang menenangkan.
Ia berhenti di bawah lampu jalan yang redup, dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama,
ia mendengar suara pikirannya sendiri — samar, tapi jujur.

“Kau tidak harus berlari ke arah cahaya,
kadang cukup diam, dan biarkan malam memelukmu sampai kau tenang.”

Ia tertawa pelan.
Mungkin selama ini ia terlalu sibuk mengejar terang, hingga lupa bahwa gelap juga punya peran —
tempat di mana luka bisa beristirahat, dan hati belajar bernapas lagi.

Ketika hujan berhenti, jalanan masih basah,
dan di genangan air itu ia melihat wajahnya sendiri, tapi berbeda —
lebih tenang, lebih utuh, seolah ia baru saja pulang dari perjalanan panjang yang tak terlihat siapa pun.

Ia melangkah kembali.
Kali ini tanpa terburu-buru, tanpa beban, tanpa tujuan yang harus segera dicapai.
Dan untuk pertama kalinya, dunia terasa diam… tapi tidak hampa.
Seperti lagu yang akhirnya menemukan jeda, bukan karena selesai,
tapi karena tahu setiap nada butuh ruang untuk bermakna.

3.1.1 Verdict (?)

Menurut saya, cerita ini mengingatkan bahwa ketenangan tidak selalu ditemukan dalam terang, dan kebahagiaan tidak selalu datang dari pencapaian besar.
Kadang, justru dalam masa gelap dan hening, kita bisa melihat diri sendiri dengan lebih jujur.

Kita hidup di zaman yang terus mendorong kita untuk bergerak cepat — untuk selalu produktif, bersinar, dan terlihat berhasil. Tapi dari pengalaman dan renungan saya, hidup tidak sesederhana itu.
Ada saat-saat di mana kita perlu berhenti, diam, dan memberi ruang bagi diri sendiri untuk bernapas.

Menurut saya, kekuatan sejati bukan tentang terus berlari tanpa lelah,
melainkan tentang kemampuan untuk berhenti sejenak dan berkata,

“Aku cukup. Aku sedang belajar memahami diriku.”

Karena dalam diam yang penuh kesadaran,
kita menemukan makna — dan mungkin, menemukan kembali diri kita yang hilang di antara cahaya.